Senin
11 November 2013, tepatnya pukul 19.30 WIB di Galeri Balai Pemuda Surabaya
merupakan pembukaan acara dan pertemuan kembali para perupa yang tergabung
dalam Komunitas Seni Garis Cakrawala sekaligus agenda yang sudah direncanakan
tiga bulan sebelumnya. Empat tahun sudah Komunitas ini berjalan dan
mendedikasikan keilmuannya sebagai perupa yang mayoritas berasal dari Akademisi
Seni Rupa.
Komunitas
ini didirikan pada 16 Juli 2009 di Surakarta, dengan nama awal Cakrawala Fine Art Community. Sudah
terhitung banyak agenda yang pernah diselenggarakan maupun diikuti oleh
kelompok ini. Dari mulai agenda pameran bersama, pameran tunggal maupun berkolaborasi
dengan sesama perupa, perupa senior sampai komunitas di luar seni rupa seperti:
performance art, action painting, dll. Seiring berjalannya waktu, Komunitas Seni
Garis Cakrawala juga membuka ruang regenerasi yang mengambil perwakilan dari
setiap angkatan yang berbeda maupun alumni Mahasiswa Seni Rupa Murni ISI
Surakarta.
Acara
di Galeri Balai Pemuda Surabaya yang diselenggarakan kali ini, dikemas dalam
bentuk Painting Group Exhibition dengan tajuk “Menjadi Cakrawala”. Membuka
wacana yang lebih luas dan memperkaya khazanah berkesenian dalam diri kami,
hingga menembus jauh batas cakrawala, bahkan melebur dalam lingkup kebudayaan
yang tak terbatas.
Begitulah
awal langkah kami mengangkat tajuk “Menjadi Cakrawala” dalam pameran seni rupa
yang akan diselenggarakan kali ini. “Menjadi Cakrawala” merupakan proses dari
perenungan kami selama ini, dalam perjalanan berkesenian dari diri kami
masing-masing. Tajuk ini kami rasa cukup mewakili keresahan kami untuk
melakukan lompatan besar dan menembus batas batas yang selama ini menyekat
gejolak kami dalam mencapai kehidupan kesenian dan kehidupan kebudayaan yang
universal di masa mendatang.
Pandangan
mengenai tema “Menjadi Cakrawala” turut diulas oleh Mas Syalaby Ahmad Syalabi.
Dalam tulisannya yang mengawali prolog dari katalogus acara kali ini, beliau
beranggapan “Kita seperti menyusuri
dinding hutan sekaligus lautan tanda yang begitu luas terhubung dengan titik
lenyap dimana kita berdiri (perspektip). Cakrawala yang tak terjangkau seolah
tak bisa dimasuki atau ‘terpencil’ (bhs sanskerta;durga), namun bisa memberi
jarak (penglihatan) destinasi kejiwaan
atau jalan sunyi. Mulai dari barat sampai timur kita ditemani keyakinan ini.
Cakrawala sering dipilih menjadi re-kreasi keseimbangan dari ketimpangan kabar
buruk yang menenggelamkan... Apakah anda
percaya dengan pernyataan ini? Bagaimana sebetulnya penglihatan seni menemukan
cara/jalan ‘lain’, untuk mengembalikan wajah cerah tanpa kernyit dan
mengungkapkan ketulusan akal budi..Istilahnya,
ber-cakrawala berarti memiliki pedoman yang lebih luas, seni menjadi rilek tapi
optimis karena kualitas, bisa jadi karena perkembangan komunikasi dan
pengertian bertambah, manusia lebih
independen dan terbuka, semoga terjemahannya memiliki ‘terobosan’.
Apakah usulan ini menjembatani karya seni kepada publik? ataukah seni
menimbulkan kemitraan baru diluar wilayah seni sehingga menimbulkan banyak
perubahan?”.
Untuk
kesempatan kali ini, perupa yang mengikuti acara ini ada sekitar 14 perupa.
Diantaranya: Aan Sasmitra, Arisno Efendi, Boby Eka S., Bagus Ari N., Dimas
Bagus M., Hendra Purnama, Indra Kameswara, Irul Hidayat, Marhaendro Agung YP.,
Rejo Arianto, Sonny Hendrawan, Wahyu Eko P dan juga dua saudara kami yang
berasal dari luar negeri Arina Kiswantoh (Malaysia)
dan Maximo Elizondo (Argentina). Para perupa semuanya berasal
dari berbagai angkatan, alumni, maupun darmasiswa asing yang mengenyam
pendidikan di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Jurusan Seni Rupa Murni ISI
Surakarta.