Catatan Perjalanan Study Tour di Bali
Study tour yang dilakukan mahasiswa dan dosen seni murni ISI
Surakarta pada tanggal 26-29 Mei 2011, ternyata banyak membawa catatan
tersendiri terutama dalam hal bekal berkesenian yang diperoleh dari beberapa
seniman Indonesia yang kami kunjungi di sana. Nama Made Djirna, mungkin sudah
tidak asing lagi bagi lingkup dunia seni rupa. Beliau merupakan salah satu
seniman Indonesia, yang masih inten dan eksis dalam percaturan dunia seni rupa
saat ini. Bapak Made Djirna secara kebetulan merupakan teman satu angkatan
tahun 1978dengan Bapak I Gusti Nengah Nurata sewaktu dibangku kuliah STSRI-ASRI
Yogyakarta.Beliau sangat mengenal dekat Bapak I Gusti Nengah Nurata, dengan
kedekatan mereka sempat terbentuk dalam satu komunitas Kwartet dan tergabung
juga dalam Sanggar Dewata Indonesia.
Tanggal, 27 Mei 2011, tepatnya sehabis mengunjungi Museum
Don Antonio Blanco di Ubud, kami langsung menuju ke lokasi kediaman Made
Djirna. Kami bertemu langsung dengan beliau dan menyempatkan diri untuk
mengulas pengalaman perjalanan berkeseniannya. Seorang Made Djirna bukan hanya
sebagai perupa saja, tetapi beliau juga melakukan hal yang kaitannya dengan
berkesenian lainnya seperti performance art, teater,dll. Menyimak dari
pemaparan Made Djirna tentang masalah berkesenian, dapat dipetik beberapa hal
yang perlu dicatat dan diserap oleh kami. Menurut beliau “ masalah berkesenian
tidak ada perbandingan yang lebih tua maupun muda. Semuanya sama-sama menggali
dan masih banyak belajar mencari apa dari inti berkesenian yang hakiki.”
Hal ini ternyata tidaklah jauh dari apa yang disampaikan
Bapak I Gusti Nengah Nurata sebagai praktisi seni rupa dan pengampu mata kuliah
lukis di seni murni ISI Surakarta. Bapak Made Djirna juga menyampaikan beberapa
hal tentang pengalaman pribadi. Setiap orang harus bisa menjadi dirinya sendiri
dan mampu serta berani memanage diri, jangan menjadi orang lain. Orang lain
disekitar kita tak lebih halnya menjadi sparhing partners untuk melengkapi
perjalanan yang dilalui. Namun hal tersebut juga harus seimbang agar tetap
terjaga keharmonisan.
Menanggapi perkembangan karya-karya seni rupa kontemporer
saat ini yang sedang menjadi booming. Made Djirna tetap menjadi seorang Made
Djirna, bukan lainnya. Dengan tegas beliau mengatakan “Saya tidak latah, dengan
apa yang disebut tren, karena saya memahami betul rasa orang berbeda-beda.
Berkaitan dengan rasa bukan hanya kecerdasan otak saja yang digunakan, akan
tetapi kepekaan batin terdalam dari diri kita”. Beliau menjadi percaya diri,
karena memahami apa arti intensitas dan eksistensi berkesenian yang sebenarnya.
Dengan keterbatasan waktu, maka obrolan berkesenian bersama
Bapak Made Djirna kami akhiri. Alhasil kami mendapatkan beberapa hal yang patut
dipetik dari pengalaman beliau sebagai orang yang mengerti dan mendalami arti
berkesenian.
Dokumentasi kenang-kenangan bersama Made Djirna |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar