Rabu, 15 Februari 2012

BUDAYA SEMU


Persoalan benturan antar budaya yang mengiringi pertemuan individu-individu dari lintas budaya yang berbeda menjadi semakin mengemuka dan menuntut perhatian. Persoalan yang tidak sekedar menuntut pemecahan melainkan lebih pada pemahaman dan kesadaran akan beragam budaya yang membawa pada kemampuan beradaptasi, memecahkan suatu permasalahan, membangun hubungan luas, dan mengatasi konflik yang berakar pada budaya yang berbeda, serta memenangkan globalisasi.

Pendekatan sebagai sebuah konsep ilmiah tidaklah sama artinya dengan kata pendekatan biasa kita gunakan sehari-hari, dalam konsep awam pendekatan diartikan sebagai suatu keadaan atau proses mendekati sesuatu, supaya dapat berhubungan yang diinginkan oleh yang mendekati (Objek). Pendekatan dapat dilakukan dengan pemahaman psikologi manusia, perilaku manusia dimana membandingkan psikologis yang menjadi ketertarikan dalam perilaku seseorang. Dalam kacamata psikologi yang mempelajari manusia individual sama dengan pengertian mempelajari manusia dari dalam batin rohaninya. Menurut konsep Koentjaraningrat (1988) Wujud dari keseluruhan unsur budaya manusia terlihat wujudnya, yaitu mencakupi keseluruhan dari adanya gagasan yang muncul dari benak seseorang untuk mengungkapkan isi hatinya, kelakuan manusia dalam kesehariannya, hasil-hasil kelakuan manusia yang ingin diperbuat.

Pertama kali muncul dalam pemikiran orang Indonesia yang merujuk pada suatu kepercayaan atau pepatah kuno yang merupakan kebudayaan asli masyarakat Indonesia. Perilaku dijadikan pandangan utama dalam budaya tradisi Indonesia yang menanamkan semua tata tingkah laku dalam bertutur, gaya hidup, dan adat yang terkait.

Perbedaan perilaku manusia dari suatu budaya sangat terlihat jelas, dari pertemuan seorang manusia dengan manusia lain. Dari pertemuan tersebut tercipta pola – pola adaptasi baik berupa tata perilaku, keyakinan, maupun seni. Budaya tidaklah ada ketika seorang manusia tidak pernah bertemu dengan manusia lain. Dalam filsafat jawa kuno tersirat kata “ Wong jawa nggoning rasa, pada gulange ning kalbu, ing sasmito amrih lantip, kuwana nahan hawa, kinemat mamoting driyo”. Orang Jawa itu tempatnya di perasaan, mereka selalu bergulat dengan kalbu atau suara hati, agar pintar dalam menangkap maksud yang tersembunyi, dengan jalan menahan hawa nafsu, sehingga akal dapat menangkap maksud yang sebenarnya.

Orang Jawa memahami keadaan melalui rasa, rasa sendiri memiliki makna perasaan yang timbul dari diri seseorang melalui kontak batin (mengenali situasi kondisi yang dirasakan seseorang), sehingga memahami sesuatu yang akan dilakukan orang sebelum melakukan suatu tindakan dilihat dari tingkah laku orang tersebut. Secara visual dapat digambarkan bahwa Orang jawa percaya dapat memahami keadaan seseorang ketika melakukan pendekatan lewat batin (satu rasa), melalui pendekatan personal untuk memahami keadaan orang, untuk mengetahui apa yang ingin diperbuat orang tersebut.

Orang Jawa lebih bersikap “ Hening, Heneng, Henong” artinya melewati batin  (dengan cara pendekatan perseorangan) menjadi diam (ketika memiliki sebuah ambisi seseorang akan merenung memikirkan apa yang akan diperbuatnya), tenang (dalam keadaan merenung seseorang akan merasa tenang dalam batinnya, karena lewat renungan tadi telah mendapatkan sebuah ide yang akan disampaikan walaupun belum terwujud dalam kenyataannya), dan tentram (Seseorang akan lebih senang ketika hasil renungannya yang berupa ide dan gagasan dapat direspon banyak orang, melalui pendekatan seseorang) untuk bisa menyesuaikan pikiran, kemauan, dan hasrat seseorang melalui psikis seseorang yang dapat disatukan dengan pemikiran Orang.

Pemikiran demikian diulas oleh seorang Plato dalam tipologinya yang menjelaskan bahwa dalam alam tak sadar terjadi penyesuaian terhadap dunia dalam batin melalui pikiran (logos) yang terletak di kepala manusia, Kemauan (thumos) yang terletak di dada manusia, dan Hasrat (ephithumid) yang terletak di perut manusia.

Sigmund Freud melalui pendekatan psikologis berpendapat budaya semu (psikologis), dapat dilihat sifat-sifat individu melalui “watak” (karakter) dan kepribadian (personality). Kepribadian lewat analisis melukiskan kepribadian orang (tidak melalui suatu peristiwa tertentu, tetapi melukiskannya dengan kata-kata sifat yang deskriptif) dalam pengertiannya kata-kata yang bersifat abstrak. Dalam khasus penelitiannya terhadap seorang nenek yang mengalami depresi tinggi karena ditinggal oleh cucu kesayangannya, Freud sebagai psikolog memiliki kharisma untuk menenangkan batin nenek tersebut dengan cara memberikan boneka kesayangan cucunya sebagai ingatan atau memori masa lalu nenek saat cucunya masih ada dipelukan nenek tersebut.

Murphy 1976, mencontohkan sesuatu yang memang dianggap suatu perilaku abnormal yaitu perilaku seseorang yang berbicara dengan orang mati dan menganggap dirinya sebagai seekor binatang, ini bisa dimengerti dan dianggap bukan sebagai gangguan, jika terjadi dalam suatu upacara shamanistic di mana ia sedang bertindak, berkomunikasi dengan orang yang sudah mati merupakan suatu kenyataan yang tak bisa di elakan walaupun orang berpendapat dalam pemikiran sekarang hal tersebut suatu yang mustahil, namun yang bisa merasakannya hanya orang yang dapat memahami sisi orang yang sudah mati lewat diskusi dengan roh orang yang sudah mati tersebut.
I'm Hero, 150x100 cm, oil, acrilyk on canvas, 2007
Dari beberapa gambaran diatas dapat diambil sebuah konsep bahwa Sesuatu yang dianggap diam memiliki keinginan atau hasrat untuk dipahami oleh orang banyak, dengan melalui pendekatan psikologis dan suatu pendekatan spiritual untuk mengerti apa yang  ingin dilakukan.

Budaya tak pernah lepas dari pengertian manusia yang merupakan kekhasan yang membedakan masing – masing manusia. Sikap ini menjadi pudar oleh arus globalisasi dan yang dapat memahami hanya beberapa orang saja, saat ini orang lebih bersikap langsung bertindak tanpa ada interaksi batin dari keinginan sebenarnya, nafsu lebih berperan pada saat ini karena pandangan egaliter terhadap nilai budayanya yang menunjukan bahwa budaya dapat berlaku sebagai suatu konstruksi individual.

DAFTAR RUJUKAN TERKAIT 
  Woodworth, D. G. Marquis, I. Ruchimat, Psychologhy : Suatu pengantar ke        dalam ilmu jiwa. Bapesmi, Bandung.
  B. Hurlock, Elizabeth. 1994. Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan          sepanjang rentang kehidupan. Erlangga.
  Freud, Sigmund. 2005. Psikopatologi : dalam kehidupan sehari – hari. Pedati.
  Dayakisni, Tri. Suis Yuniardi. 2003. Psikologi Lintas Budaya. UMM Press, Malang